Profile

Pondok Pesantren Darussalikin

Pondok Pesantren Darussalikin adalah Pondok tua atau bisa di bilang salah satu pesantren tertua di kab. Wonosobo yang terletak di dusun Tempelsari Maduretno Kalikajar Wonosobo yang berdiri sekitar tahun 1939, didirikan oleh K. Ma’shum. Kini pesantren tersebut di asuh oleh cucu-cucu beliau dari garis keturunan KH. Zainuddin Ma’sum.

Sejarah Pondok Pesantren Darussalikin

Sekitar tahun 1939 K. Ma’shum membeli sebidang tanah di Desa Tempelsari seharga Rp250,- (dua ratus lima puluh rupiah) dari seorang Bapak yang bernama Tanurejo yang beralamat di Pringapus Maduretno. Dari sebidang tanah tersebut K. Ma’sum berinisiatif membangun sebuah Masjid dan Pondok Pesantren yang nantinya akan menjadi pusat kajian keislaman di Daerah tersebut. Dari hari ke hari kegiatan di Masjid dan Pondok tersebut semakin ramai, oleh karena itu Beliau K. Ma’sum menugaskan Putra pertamanya yang bernama K. Ibnu Hajar[1] untuk mengelola kegiatan Masjid dan Pondok Pesantren dan berlangsung dengan baik dan semakin berkembang. Akan tetapi Putra yang di harapkan dan di gadang-gadangkan oleh K. Ma’shum untuk mengasuh dan memimpin Pondok Pesantren atas kehendak Allah Yang Maha Kuasa ,Putra pertama K. Ma’shum (K. Ibnu Hajar) sebagai pengelola pondok pesantren mendahului ayahandanya, wafat pada tahun 1957 M.

Setelah itu pada tahun 1960 K. Ma’sum memerintahkan kepada adik kandung K. Ibnu Hajar yang merupakan putra ke empat dari K. Ma’sum yang bernama Zainuddin untuk segera menempati dan mengelola masjid beserta pondok pesantren untuk meneruskan perjuangan abahnya dan K. Ibnu hajar untuk melayani umat dan nasyrul ilmi. Perintah ayahandanya tersebut terjadi ketika K. Zainuddin pada waktu itu masih belajar (mondok) di Pondok Pesantren,Kemudian sekitar empat tahun setelah wafatnya K. Ibnu Hajar, beliau K. Ma’shum dipanggil kehadirat Allah SWT lebih tepatnya tahun 1961. Setelah secara otomatis kegiatan pondok pesantren dan masjid berada di bawah pimpinan K. Zainuddin.

Pada tahun 1960 sebelum K Ma’sum wafat dengan disaksikan empat putranya yaitu K. Arwan, K. Ma’mur, K. Zainuddin dan Ny Muslihuddin serta disaksikan pula oleh Sekretaris Desa Maduretno (carik) Cokrosudarmo, K. Ma’sum mengeluarkan wasiat yang berisi :
1. Sebagian tanah Tempelsari yang terletak di sebelah utara Masjid diberikan kepada anak-anaknya K. Ibnu Hajar.
2. Sebagian tanah Tempelsari yang terletak di sebelah Selatan Masjid diberikan kepada K. Zainuddin.
3. Tanah Masjid, kolah masjid, jalan Masjid, halaman masjid dan pondok, semuanya di jadikan amal jariyah yang tidak boleh dibagi waris.

Beliau K Ma’sum juga berwasiat kepada puteranya K. Zainuddin agar mengajar para santri setiap hari dan harus menjaga dan memakmurkan masjid, pondok pesantren dan semua harta jariyah, harus punya sifat wira’i dan qona’ah, harus memondokkan anak-anaknya K Ibnu Hajar yang tidak lain adalah anak-anak kakaknya sendiri. Wasiat-wasiat tersebut dari tahun ke tahun telah dilaksanakan oleh K. Zainuddin khususnya ta’lim kepada para santri.

Pada tahun 2008 KH Zainuddin pulang ke rahmatullah tepatnya pada hari Rabu wage 9 September 2008 bertepatan pada tanggal 8 Syawal 1428. Sedangkan Ny Thohiroh meninggal terlebih dahulu yaitu pada tanggal 1 Maret 1997.

Selain menghasilkan beberapa santri yang banyak bermanfaat ilmunya menjadi seorang Kiai, ada juga santri yang sampai mendapat gelar Waliyullah yaitu Beliau KH Hasan Mangli.

Dalam kesehariannya Beliau K. Ibnu Hajar termasuk seseorang yang berpenampilan rapi dan selalu memakai imamah atau surban, disamping itu beliau terkenal seseorang yang alim tentang ilmu agama, wira’i dan mempunyai jiwa zuhud terhadap dunia.